Pada hari ketiga, kami memiliki rencana untuk mengunjungi beberapa tempat misteri seperti kuil "Mae Nak Phra Khannong", Bis misteri bernama "Soi Sai Yud", dan mall Mansion 7; dan juga tempat lain yang dekat dengan stasiun BTS sembari menghabiskan jatah trip Rabbit card yang masih tersisa banyak. Kebetulan tempat-tempat tersebut dekat dengan stasiun BTS ataupun MRT apabila dilihat dari peta. Kami ingin mengaplikasikan peribahasa "sambil menyelam, minum air" Hehehe... Bangun pada pukul 08.00, kami langsung siap-siap untuk berangkat menuju kuil Mae Nak di Phra Khannong. Untuk menuju kesana, kami harus menggukanan BTS sampai stasiun Phra Khannong yang berjarak 12 stasiun plus 1 kali transit. Perjalanan menuju kesana memakan waktu sekitar 15-30 menit dan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan. Begitu sampai, kami langsung melanjutkan perjalanan kami dengan mengandalkan Google Maps dan juga peta yang tersedia di sekitar stasiun. Jarak dari stasiun menuju kuilnya sekitar 1 km. Bisa saja kami jalan kaki kesana, tapi panas terik membuat kami membatalkan niat tersebut dan memilih untuk menggunakan Uber. Setelah menunggu sekitar 5 menit, akhirnya Uber kami pun datang dan langsung berangkat menuju tempat tujuan. Di dalam perjalanan menuju kesana, kami penasaran tentang hawa yang akan dirasakan ketika kami mengunjungi kuil tersebut. Alasan kami memilih kuil ini karena kami sangat suka dengan film Thailand berjudul "Pee Mak" yang menceritakan tentang kisah misteri Mae Nak, seorang istri yang sedang hamil dan ditinggal oleh suaminya untuk berperang yang nantinya istri dan anaknya tersebut meninggal dan gentayangan di daerah sekitar rumahnya. Anehnya, film horror tersebut dikemas dengan campuran komedi yang membuat kita semua tertawa. Keunikan ini yang membuat kami menyukai film tersebut.
Mae Nak Phra Khannong
Setelah sampai di kuil Mae Nak, kami melihat daerah sekitar sana. Ada yang menjual berbagai macam pernak-pernik, berbagai macam ikan sampai belut, dan juga makanan. Memang terlihat bahwa daerah tersebut menjadi daerah wisata para turis lokal. Kami sama sekali tidak melihat adanya turis internasional di daerah tersebut. Bahkan turis lokalnya pun sangat sedikit. Orang-orang yang datang ke kuil tersebut kebanyakan adalah orang-orang yang meminta restu dari sebuah patung seorang wanita yang dipercaya adalah Mae Nak yang terletak di dalam kuil tersebut. Terlihat juga di pagar kuil larangan mengambil gambar. Tidak dijelaskan apakah larangan tersebut berlaku hanya di dalam kuil saja atau di sekitar kuil juga. Jadi, kami dengan polos mengambil gambar dari luar kuil karena persepsi kami semua, mengatakan bahwa larangan tersebut hanya untuk di dalam kuil saja. Hawa disana juga memang sedikit berbeda. Mungkin hal tersebut dikarenakan oleh orang-orang disana yang mempercayai legenda ini sehingga memberikan aura mistis kepada tempat tersebut. Kami juga sempat meminta tolong kepada orang sekitar untuk mengambilkan foto kami semua dari luar kuil, tapi orang yang kami mintai tolong tidak berani untuk melakukannya. Dia langsung menolak permintaan kami mentah-mentah. Jadi, kami terpaksa berselfie dari jarak yang cukup jauh untuk sekedar dokumentasi.
Setelah puas menikmati kuil Mae Nak, kami pun melanjutkan perjalanan menuju bis misteri "Soi Sai Yud" dengan menggunakan Uber sampai stasiun terdekat yang nantinya dilanjutkan dengan menggunakan BTS dan MRT. Kali ini, Uber yang kami pesan cukup lama datangnya. Kami harus menunggu sekitar 30-45 menit. Mungkin karena tempat pemesanan kami yang agak rumit jalannya. Rencana kami untuk menuju bus "Soi Sai Yud" pun kami rubah menjadi ke mall Terminal 21 untuk makan siang terlebih dahulu karena waktu menunjukan pukul 1 siang dan kami semua memang sudah lapar. Kami harus turun di stasiun Asok yang hanya berjarak 4 stasiun dari Phra Khannong. Sesampainya disana, kami langsung survey tempat makan yang enak dan murah. Kami melihat ada Tudari (salah satu restoran Korea yang terkenal), ada juga restoran Thailand yang khas, dan juga ada foodcourt. Harga yang ditawarkan di restoran yang tersedia memang tidak terlalu mahal dan juga tidak terlalu murah. Masih bisa dimaklumi karena restoran-restoran ini berada di dalam mall. Berbeda dengan restoran yang ada, makanan di foodcourt membuat kami semua terkejut karena memiliki banyak pilihan dan juga harganya murah untuk kami. Biasanya makanan di area mall lebih mahal dari makanan di luar mall walaupun foodcourt. Bayangkan saja jus buah (ada beberapa pilihan) di foodcourt ini dijual seharga THB 10 Begitu pun dengan makanannya, Tomyum dijual seharga THB 30 (IDR 12.000). Tidak kecewa kami mengunjungi mall ini. Salah satu tempat yang harus dikunjungi apalagi sewaktu uang sedang seret :D
Setelah perut kenyang dengan berbagai macam makanan, kami melanjutkan perjalanan menuju Bangkok Art & Cultural Center (BACC). Tempat ini merupakan sebuah gallery seni terutama seni lukis yang hampir di setiap sisinya ada toko seni yang bisa dibeli oleh pelanggan. Terdapat banyak lukisan yang terpajang di dinding sekitar area BACC. Walaupun kami mungkin hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang seni, tapi kami tetap bersikeras ke tempat ini karena dekat dengan stasiun dan juga cocok untuk foto-foto. Sayangnya, kami hanya memiliki sedikit waktu untuk foto-foto disana karena kami memiliki jadwal untuk mengunjungi "Zense", sebuah restoran yang berada di lantai 17 dari mall Central World; pada saat sunset. Sewaktu kami keluar dari BACC untuk menuju ke stasiun, kami melihat cuaca yang tadinya cerah, sekarang malah hujan deras. Hal tersebut membuat kami sedikit kecewa karena pemandangan di rooftop akan menjadi kurang indah apabila hujan ataupun mendung. Kami pun berdiskusi mencari solusi bersama. Beberapa menit berlalu dan kami akhirnya memutuskan untuk mencoba mengunjungi rooftop tanpa peduli bagaimana cuacanya. At least we try and witness with our own eyes. Perjalanan menuju stasiun terdekat dengan Central World (Siam) hanya berjarak 1 stasiun dari stasiun National Stadium. Begitu sampai, kami harus berjalan sekitar 1 km dengan menggunakan jembatan khusus pedestrian. Awalnya kami masih bersemangat untuk berjalan menuju Central World karena hujan pun akhirnya berhenti. Di pertengahan jalan, kami berpikir ulang. Pada saat itu, cuaca masih mendung/tertutup awan walaupun hujan sudah berhenti. Kami berpikir bahwa nanti sewaktu kami berada di rooftop, kami tidak akan mendapatkan pemandangan sunset seperti harapan kami karena cuaca yang tidak mendukung. Ditambah lagi, area rooftop yang terbuka membuat lantai di rooftop basah karena hujan. Akhirnya kami menyerah dan mengganti tujuan menuju Chinatown/Yaoswarat road untuk makan malam.
Sebelum menuju ke Chinatown, kami sempat menukarkan uang terlebih dahulu karena uang Baht yang kami miliki kemungkinan sudah tidak akan cukup untuk biaya hari berikutnya. Untungnya diantara kami ada yang membawa uang dollar. Walaupun tidak banyak tapi dollar tersebut telah menyelamatkan kami. Kami menukarkan dollar tersebut di money changer yang berada di stasiun BTS. Hampir setiap stasiun BTS memang terdapat money changer.
Untuk menuju ke Chinatown/Yaoswarat road, kami harus menaiki BTS terlebih dulu dari stasiun Siam menuju stasiun Sala Daeng. Setelah itu, kami harus menaiki MRT dari stasiun Si Lom menuju stasiun Hua Lamphong. Untuk menaiki MRT, kami harus membeli tiket lagi karena Rabbit card hanya mencover biaya BTS saja. Kami pun mencoba membeli tiket di ticket machine. Biaya untuk perjalanan tersebut (berjarak 2 stasiun) adalah THB 16 (+-IDR 6000). Biaya yang wajar untuk suatu Mass Rapid Transportation. Tiket yang keluar dari mesin tersebut bukan berupa kertas, kartu, ataupun lembaran seperti tiket pada umumnya, tapi koin plastik. Bukan pertama kalinya saya pribadi melihat tiket dalam bentuk koin pastik. Sebelumnya saya pernah melihatya di MRT New Delhi. Walaupun berbeda bentuk dari tiket pada umumnya, tapi cara kerjanya sama. Tiket hanya perlu untuk di-tap ketika masuk dan keluar sama seperti tiket lainnya.
MRT di Bangkok terlihat lebih sedikit yang menggunakan bila dibandingkan dengan BTS. Mungkin juga karena stasiunnya yang lebih sedikit daripada stasiun pada BTS. Walaupun begitu, ada daerah seperti Yaoswarat road yang berada lebih dekat dengan stasiun MRT. Jadi setiap transportasi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sewaktu kami sedang berjalan dari stasiun BTS Sala Daeng menuju stasiun MRT Si Lom, kami melihat ada seorang tuna netra meminta tolong kepada salah seorang warga. Sayangnya, warga tersebut enggan untuk membantunya. Salah satu dari kami dengan sigap langsung mencoba menanyakan apa yang dibutuhkan sang tuna netra tersebut. Walaupun kami berbicara dengan bahasa yang berbeda, tapi dari gestur tubuhnya kami bisa menebak bahwa bapak tersebut ingin meminta tolong untuk diantarkan ke stasiun MRT. Jarak dari tempat kami berada menuju stasiun MRT sekitar lebih dari seratus meter. Maka dari itu, kami memutuskan untuk menolongnya mengingat kami juga sedang menuju kesana. Begitu sampai di stasiun, kami meminta tolong kepada petugas setempat untuk membantu bapak tersebut. Si bapak sangat berterima kasih kepada kami. Kami merasa senang bisa membantu bapak tersebut.
Perjalanan kami menuju stasiun MRT Hua Lamphong pun terkesan cukup singkat karena hanya membutuhkan 5-10 menit. Begitu sampai, kami langsung memesan tuk-tuk untuk menlanjutkan perjalanan sisanya (+-1.4 km). Sampai di tempat tujuan, kami mencoba untuk berkeliling terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk makan malam disana. Awalnya kami mengira bahwa Chinatown di Bangkok ini mirip dengan Chinatown di Sydney yang memiliki kawasan khusus untuk pata pejalan kaki. Ternyata perkiraan kami salah. Yaoswarat road adalah sebuah jalan besar yang dilalui banyak kendaraaan. Tempat ini disebut Chinatown karena di pinggir jalan besar tersebut banyak terdapat toko dan restoran China. Selain itu, di jalan trotoar juga terdapat banyak penjual makanan khas China, tapi tidak ada area khusus pejalan kaki seperti di Chinatown Sydney. Walaupun begitu, kami kurang tertarik untuk makan malam disana karena menu yang kurang menarik dan juga tempat yang terkesan agak sempit karena terdapat di area jalan trotoar. Itu menurut kami ya, mungkin pendapat kalian berbeda.
Kami sedikit kecewa karena tempat tersebut yang kurang sesuai dengan ekspetasi kami. Oleh karena itu, kami akhirnya melanjutkan perjalanan menuju mall Mansion 7 tanpa melakukan apa-apa di Chinatown. Kami berharap mendapatkan makan malam yang enak disana. Mansion 7 adalah sebuah mall yang memiliki jam operasional dari sore jam 18:00 sampai jam 00:00. Mall ini dikemas dengan tema horror dan juga pastinya memiliki rumah hantu sebagai area wahana yang dapat dimasuki oleh para pengunjung. Dengan menggunakan Uber (lagi), kali ini sang supir Uber terlihat sangat profesional. Dia cukup fasih berbahasa inggris. Kami menceritakan pengalaman kami selama di Bangkok. Ketika kami menceritakan pengalaman kami mengunjungi Khao San road, dia memberi saran untuk mengunjunginya lagi tapi di waktu malam hari karena jalan tersebut memang "hidup"-nya di malam hari. Kami cukup menyayangkan persiapan dan waktu kami yang kurang disana. Karena hal tersebut, kami tidak bisa menikmati daerah wisata pada waktu yang optimal seperti Khao San road. Kami sudah tidak memiliki rencana untuk mengunjunginya lagi karena kami sudah memiliki susunan rencana untuk hari tersebut dan juga beberapa hari ke depan. Kami hanya bisa berkata dalam hati, "Ya mudah-mudahan lain waktu kami bisa kesini lagi dengan persiapan yang lebih matang".
Kami mengobrol cukup banyak dengannya. Perjalanan pun tidak terasa karena begitu asyiknya kami mengobrol. Tiba di Mansion 7, kami dapat melihat dari luar tema mall yang unik dibalut dengan nuansa horror. Kami dengan bersemangat menanyakan kepada warga sekitar sana bagaimana cara masuk ke dalam mall tersebut karena kami melihat mall tersebut sepi dari luar. Seorang berwajah India yang menjadi sasaran bertanya kami karena lebih besar kemungkinan untuk berbahasa inggris. Begitu kami menanyakan, jawaban dari orang India tersebut membuat kami terdiam. Mall Mansion 7 yang ingin sekali kami kunjungi ternyata SUDAH TUTUP dari 3 BULAN YANG LALU!! Kami menanyakan alasan mengapa mall tersebut tutup tapi dia tidak tahu alasannya. Akhirnya kami masuk ke dalam mall kosong tersebut untuk melihat-lihat karena memang dibolehkan oleh petugas mall tersebut. Kami melihat ada beberapa meja bilyar, tempat duduk, meja bar, pajangan-pajangan horror, dan juga wahana rumah hantu. Tempatnya agak gelap remang-remang. Kami mengelilingi penasaran pada alasan kenapa mall ini ditutup. Kami mendekati wahana rumah hantu. Saya pribadi curiga mall ini tutup karena “suatu” alasan karena saya melihat wahana rumah hantu tersebut memang begitu menyeramkan. Seperti ada “sesuatu” yang sedang berada disana. Kami juga tidak berlama-lama disana karena selain merasa seram, kami juga lapar karena rencana makan malam kami kembali gagal.
Khao San road part 2
Dikarenakan rencana makan malam kami gagal lagi, kami akhirnya memutuskan untuk mengunjungi Khao San road untuk kedua kalinya. Sesuai dengan saran dari supir Uber sebelumnya, kami akhirnya menuju jalan tersebut untuk melihat Khao San road yang sebenarnya dan berharap untuk makan malam disana. Semoga rencana kami tidak gagal lagi. Untuk menuju kesana, pastinya kami menggunakan Uber lagi (bukan promosi tapi memang salah satu yang paling praktis disana) karena tidak ada stasiun BTS maupun stasiun MRT yang dekat dengan Mansion 7 atau Khao San road. Perjalanan memakan waktu sekitar 30-45 menit. Begitu sampai di Khao San road, perhatian kami langsung tertuju pada jalan terkenal tersebut. Kami melihat keramaian yang membuatnya sangat berbeda dengan di siang hari. Khao San road di malam hari seperti pesta tumpah (bukan pasar doang yang bisa tumpah Hehehe). Disana, kami langsung memesan beberapa jenis makanan seperti Pad Thai, kebab, dan lainnya karena L.A.P.A.R. Satu hal yang tidak akan kami lupakan disana yaitu mencoba makan hidangan ekstrim. Salah satu aktivitas yang terkenal di Bangkok adalah memakan hidangan ekstrim seperti kalajengking, tarantula, belalang, kumbang, larva, dan lainnya. Saya pribadi tertarik untuk mencoba hidangan ekstrim tersebut. Saya memilih belalang dan kalajengking untuk dimakan. Bukan cuma saya yang merasakan hidangan ekstrim tersebut tapi kami semua. Untuk kalajengking, harga jualnya cukup mahal. 1 ekor kalajengking dijual THB 100 (sekitar IDR 40.000) tapi bukanlah masalah untuk kami mengeluarkan harga segitu untuk sesuatu pengalaman yang tidak akan terlupakan. Bagaimana dengan rasa? Belalang rasanya seperti bawang goreng, nyaris tidak ada bedanya. Untuk kalajengking, rasa tangan dan ekornya agak pahit tapi bagian badannya hampir sama dengan rasa belalang. Kami pun menghabiskan semua hidangan ekstrim yang kami beli dan rasa penasaran kami (terutama saya) pun terpuaskan. Saya pribadi tidak pernah menyangka untuk mencicipi hidangan ekstrim seperti ini. Selain mencoba hidangan ekstrim, disana kami juga melihat banyak bar yang buka dilengkapi dengan lagu yang dimainkan dengan begitu keras layaknya tempat dugem. Tempat duduknya sampai tumpah ke jalan utama Khao San road. Bukan hanya sekedar menikmati minuman di bar, banyak turis juga yang borjoget ria di area Khao San road. Tidak ingin melewatkan momen tersebut, sebagian dari kami ada juga yang ikut berjoget. JOGET APAAA?? EEEEEEEE MACARENA!! AHA!!
Tidak terasa waktu sudah larut malam. Kami menyudahi hari tersebut dengan pengalaman yang unik dan menyenangkan walaupun sebelumnya rencana kami gagal beberapa kali. Mungkin Tuhan memberikan ujian untuk pengalaman yang lebih berharga. Positive Thinking saja, toh akhirnya benar juga mendapatkan pengalaman yang belum pernah kami miliki sebelumnya. Ketika rencana yang kita buat di awal gagal atau tidak sesuai dengan perkiraan, janganlah mengeluh. Nikmati proses tersebut. Kegagalan tersebut adalah bagian dari traveling. Traveling is not about destination, it's about how you enjoy the trip whether it's succeeded or not.
See you on the 4th day!!
Mae Nak Phra Khannong
Setelah sampai di kuil Mae Nak, kami melihat daerah sekitar sana. Ada yang menjual berbagai macam pernak-pernik, berbagai macam ikan sampai belut, dan juga makanan. Memang terlihat bahwa daerah tersebut menjadi daerah wisata para turis lokal. Kami sama sekali tidak melihat adanya turis internasional di daerah tersebut. Bahkan turis lokalnya pun sangat sedikit. Orang-orang yang datang ke kuil tersebut kebanyakan adalah orang-orang yang meminta restu dari sebuah patung seorang wanita yang dipercaya adalah Mae Nak yang terletak di dalam kuil tersebut. Terlihat juga di pagar kuil larangan mengambil gambar. Tidak dijelaskan apakah larangan tersebut berlaku hanya di dalam kuil saja atau di sekitar kuil juga. Jadi, kami dengan polos mengambil gambar dari luar kuil karena persepsi kami semua, mengatakan bahwa larangan tersebut hanya untuk di dalam kuil saja. Hawa disana juga memang sedikit berbeda. Mungkin hal tersebut dikarenakan oleh orang-orang disana yang mempercayai legenda ini sehingga memberikan aura mistis kepada tempat tersebut. Kami juga sempat meminta tolong kepada orang sekitar untuk mengambilkan foto kami semua dari luar kuil, tapi orang yang kami mintai tolong tidak berani untuk melakukannya. Dia langsung menolak permintaan kami mentah-mentah. Jadi, kami terpaksa berselfie dari jarak yang cukup jauh untuk sekedar dokumentasi.
Kuil Mae Nak Phra Khannong |
Untuk membeli makanan di foodcourt Terminal 21, kami harus menukarkan uang dengan kartu pra bayar ini. |
Tomyum ala foodcourd Terminal 21 |
"Golden Gate bridge" ternyata ada juga di Thailand! LOL |
BACC sebagai salah satu tempat wisata di Bangkok |
We're messed up!!
Sebelum menuju ke Chinatown, kami sempat menukarkan uang terlebih dahulu karena uang Baht yang kami miliki kemungkinan sudah tidak akan cukup untuk biaya hari berikutnya. Untungnya diantara kami ada yang membawa uang dollar. Walaupun tidak banyak tapi dollar tersebut telah menyelamatkan kami. Kami menukarkan dollar tersebut di money changer yang berada di stasiun BTS. Hampir setiap stasiun BTS memang terdapat money changer.
Uang terakhir kami sebelum kembali menukarkan uang. THB 900 untuk 4 orang dan tersisa 2 hari lagi untuk hidup di Bangkok. |
Untuk menuju ke Chinatown/Yaoswarat road, kami harus menaiki BTS terlebih dulu dari stasiun Siam menuju stasiun Sala Daeng. Setelah itu, kami harus menaiki MRT dari stasiun Si Lom menuju stasiun Hua Lamphong. Untuk menaiki MRT, kami harus membeli tiket lagi karena Rabbit card hanya mencover biaya BTS saja. Kami pun mencoba membeli tiket di ticket machine. Biaya untuk perjalanan tersebut (berjarak 2 stasiun) adalah THB 16 (+-IDR 6000). Biaya yang wajar untuk suatu Mass Rapid Transportation. Tiket yang keluar dari mesin tersebut bukan berupa kertas, kartu, ataupun lembaran seperti tiket pada umumnya, tapi koin plastik. Bukan pertama kalinya saya pribadi melihat tiket dalam bentuk koin pastik. Sebelumnya saya pernah melihatya di MRT New Delhi. Walaupun berbeda bentuk dari tiket pada umumnya, tapi cara kerjanya sama. Tiket hanya perlu untuk di-tap ketika masuk dan keluar sama seperti tiket lainnya.
MRT di Bangkok terlihat lebih sedikit yang menggunakan bila dibandingkan dengan BTS. Mungkin juga karena stasiunnya yang lebih sedikit daripada stasiun pada BTS. Walaupun begitu, ada daerah seperti Yaoswarat road yang berada lebih dekat dengan stasiun MRT. Jadi setiap transportasi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sewaktu kami sedang berjalan dari stasiun BTS Sala Daeng menuju stasiun MRT Si Lom, kami melihat ada seorang tuna netra meminta tolong kepada salah seorang warga. Sayangnya, warga tersebut enggan untuk membantunya. Salah satu dari kami dengan sigap langsung mencoba menanyakan apa yang dibutuhkan sang tuna netra tersebut. Walaupun kami berbicara dengan bahasa yang berbeda, tapi dari gestur tubuhnya kami bisa menebak bahwa bapak tersebut ingin meminta tolong untuk diantarkan ke stasiun MRT. Jarak dari tempat kami berada menuju stasiun MRT sekitar lebih dari seratus meter. Maka dari itu, kami memutuskan untuk menolongnya mengingat kami juga sedang menuju kesana. Begitu sampai di stasiun, kami meminta tolong kepada petugas setempat untuk membantu bapak tersebut. Si bapak sangat berterima kasih kepada kami. Kami merasa senang bisa membantu bapak tersebut.
Perjalanan kami menuju stasiun MRT Hua Lamphong pun terkesan cukup singkat karena hanya membutuhkan 5-10 menit. Begitu sampai, kami langsung memesan tuk-tuk untuk menlanjutkan perjalanan sisanya (+-1.4 km). Sampai di tempat tujuan, kami mencoba untuk berkeliling terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk makan malam disana. Awalnya kami mengira bahwa Chinatown di Bangkok ini mirip dengan Chinatown di Sydney yang memiliki kawasan khusus untuk pata pejalan kaki. Ternyata perkiraan kami salah. Yaoswarat road adalah sebuah jalan besar yang dilalui banyak kendaraaan. Tempat ini disebut Chinatown karena di pinggir jalan besar tersebut banyak terdapat toko dan restoran China. Selain itu, di jalan trotoar juga terdapat banyak penjual makanan khas China, tapi tidak ada area khusus pejalan kaki seperti di Chinatown Sydney. Walaupun begitu, kami kurang tertarik untuk makan malam disana karena menu yang kurang menarik dan juga tempat yang terkesan agak sempit karena terdapat di area jalan trotoar. Itu menurut kami ya, mungkin pendapat kalian berbeda.
Kami sedikit kecewa karena tempat tersebut yang kurang sesuai dengan ekspetasi kami. Oleh karena itu, kami akhirnya melanjutkan perjalanan menuju mall Mansion 7 tanpa melakukan apa-apa di Chinatown. Kami berharap mendapatkan makan malam yang enak disana. Mansion 7 adalah sebuah mall yang memiliki jam operasional dari sore jam 18:00 sampai jam 00:00. Mall ini dikemas dengan tema horror dan juga pastinya memiliki rumah hantu sebagai area wahana yang dapat dimasuki oleh para pengunjung. Dengan menggunakan Uber (lagi), kali ini sang supir Uber terlihat sangat profesional. Dia cukup fasih berbahasa inggris. Kami menceritakan pengalaman kami selama di Bangkok. Ketika kami menceritakan pengalaman kami mengunjungi Khao San road, dia memberi saran untuk mengunjunginya lagi tapi di waktu malam hari karena jalan tersebut memang "hidup"-nya di malam hari. Kami cukup menyayangkan persiapan dan waktu kami yang kurang disana. Karena hal tersebut, kami tidak bisa menikmati daerah wisata pada waktu yang optimal seperti Khao San road. Kami sudah tidak memiliki rencana untuk mengunjunginya lagi karena kami sudah memiliki susunan rencana untuk hari tersebut dan juga beberapa hari ke depan. Kami hanya bisa berkata dalam hati, "Ya mudah-mudahan lain waktu kami bisa kesini lagi dengan persiapan yang lebih matang".
Bagian dalam mall Mansion 7 |
Khao San road di malam hari |
Tidak terasa waktu sudah larut malam. Kami menyudahi hari tersebut dengan pengalaman yang unik dan menyenangkan walaupun sebelumnya rencana kami gagal beberapa kali. Mungkin Tuhan memberikan ujian untuk pengalaman yang lebih berharga. Positive Thinking saja, toh akhirnya benar juga mendapatkan pengalaman yang belum pernah kami miliki sebelumnya. Ketika rencana yang kita buat di awal gagal atau tidak sesuai dengan perkiraan, janganlah mengeluh. Nikmati proses tersebut. Kegagalan tersebut adalah bagian dari traveling. Traveling is not about destination, it's about how you enjoy the trip whether it's succeeded or not.
See you on the 4th day!!
No comments:
Post a Comment