"Padi menguning semakin berisi, semakin merunduk"
Teman-teman pasti sudah pernah mendengar peribahasa yang satu ini. Peribahasa ini artinya semakin tinggi ilmu seseorang, sikapnya pun harus semakin rendah hati. Saya pribadi mengartikannya lebih umum, semakin tinggi jabatan, kekayaan (secara ekonomi ataupun lainnya), ilmu, umur, dan lainnya, maka harus semakin rendah hati juga orang tersebut. Contohnya, semakin tua umur seseorang, maka harus semakin bijak/tidak sombong/tidak angkuh. Hal tersebut berlaku kepada jabatan, kekayaan, ilmu, dan lainnya.
Teori pada kenyataannya tidak selalu berjalan sesuai harapan. Banyak orang di dunia ini, terutama yang saya temui, masih tidak sesuai dengan peribahasa tersebut. Saya akan membagi satu cerita pendek yang mungkin dapat dijadikan contoh.
Cerita ini berawal dari teman saya (sebut saja A) yang mencari sebuah kos-kosan di daerah Mampang Prapatan IV, Jakarta Selatan karena lokasi yang dekat dengan tempat kerjanya di daerah Jl. Tendean. Singkat cerita, ketika sudah survey beberapa kosan, A tertarik kepada satu kosan. Kosan tersebut adalah kosan dengan inisial "MI". Sebuah rumah kosan yang cukup besar terdiri dari 3 lantai dan memiliki halaman parkir yang cukup luas. Ketertarikan A kepada kosan tersebut tidak lain karena kamarnya luas, bisa dihuni oleh 2 orang (patungan), fasilitas lengkap, dan memiliki lobi yang luas sehingga ibu kosannya pun mempersilahkan apabila lobinya ingin dipakai. Dikarenakan A memiliki hobi dance, dia langsung menanyakan apakah lobinya bisa dipakai untuk latihan dance. Ibu kosan pun mempersilahkan dengan baik hati.
Setelah berjalan beberapa bulan, A pun dengan senang hati menggunakan fasilitas lobi yang disediakan. Hingga akhirnya pada satu malam, penjaga kosan menghampiri si A dan menegurnya karena seringkali lobi tidak dibereskan. A pun heran karena sebelumnya tidak pernah ditegur dan baru menyadari bahwa tindakannya salah. Dengan sigap A dan teman-temannya pun langsung membereskan lobi dan tidak pernah mengulanginya lagi. Masalah pun selesai.
Selain dance, A pun memiliki hobi belanja online. Barang kiriman di kosan tersebut biasanya dijejerkan di meja penjaga kosan yang terletak di lobi. Seringkali, A pun mengecek paket-paket tersebut untuk mengetahui apakah ada pake milik dia atau tidak. Suatu hari ketika A mengecek paket-paket tersebut, sang ibu kos berbicara kepada A dengan nada sinis, "Bukan paket kamu. Belum ada paketnya." Seketika A pun merasa kesinisan tersebut pertanda ada yang tidak beres karena ini bukan pertama kalinya A merasa diperlakukan seperti itu. A pun komplain kepada penjaga kos tentang sikap ibu kos (Pada saat laporan pembayaran kosan karena ditransfer melalui ATM). A pun meminta tolong agar ibu kos bersikap ramah dan apabila ada masalah, bisa didiskusikan dengan baik-baik. Penjaga kosan pun menampung keluhan tersebut dan menyampaikannya pada hari berikutnya.
Hari berikutnya, A memiliki janji untuk latihan dance dan meminta saya untuk merapikan gerakan grup miliknya. Teman-teman A pun sudah datang sebelum A pulang dan menunggu di lobi seperti biasanya. Ketika A pulang, ibu kos memanggilnya dengan alasan ingin mengobrol. A pun menyetujuinya dan duduk berdua berhadapan. Ibu kos bertanya dengan nada agak tinggi apa maksud A komplain ke penjaga kosan tentang sikapnya. A pun menjelaskan dengan tenang bahwa sikap seperti itu membuat penghuni tidak nyaman dan lainnya. A juga menjelaskan jika dia pasti akan mematuhi peraturan kosan dan rela apabila ditegur tapi dengan cara yang baik. Akan tetapi, ibu kos tersebut dengan arogan dan menyentak berkata, "INI RUMAH, RUMAH SAYA, UANG, UANG SAYA, JADI TERSERAH SAYA. KALO GA MAU, PERGI DARI RUMAH INI!!". Seketika A pun tersulut emosinya dan berkata, "KALO GINI IBU GA BISA DIAJAK DISKUSI DONG?!". Ibu kos pun makin menyentak dan emosi, "KAMU BERANI?! KAMU ITU NUMPANG DISINI JADI HARUS IKUTIN ATURAN SAYA!!". Singkat cerita, ibu kosan juga mengusir teman-teman A yang sedang menunggu di lobi. A pun protes karena teman-temannya tidak tahu apa-apa. Ibu kosan tidak peduli dan menyentak mereka semua untuk pergi dari rumah itu. Mereka terpaksa keluar dari rumah tersebut menuju parkiran. Mereka berdiskusi tentang langkah apa yang akan diambil selanjutnya. Tidak lama kemudian (singkat cerita setelah saya datang), ibu kos yang tadinya di dalam rumah, keluar menghampiri dan mengusir kami (lagi). Situasi saat itu bisa dibilang seperti mengusir hewan. (Singkat cerita lagi) Pada akhirnya, A pun sudah muak dengan sikap ibu kos tersebut. Dia bilang akan pergi sekarang juga dengan syarat kembalikan uang yang baru dibayarkan pada malam sebelumnya. Setelah mendengar pernyataan tersebut, ibu kos pun diam dan pergi. Asumsi kita adalah ibu kos tidak mau mengembalikan uangnya, hanya ingin kami pergi. Ternyata memang ada beberapa kerabat dari teman yang pernah tinggal disitu dan pindah lagi (tidak lama); dan juga beberapa tukang ojek yang menanyakan A bahwa kenapa mau ngekos di kosan tersebut. Orang luar ternyata sudah banyak yang melihat negatif kosan tersebut, padahal kami sama sekali tidak berpikir seperti itu sebelumnya.
Note: Cerita tersebut dari pengalaman pribadi/kenyataan, tidak ada rekayasa. Hanya namanya saja disamarkan.
Dari cerita tersebut, sudah jelas sangat menyimpang dari peribahasa di atas. Ibu kos tersebut lebih tua (umurnya sekitar 30-an akhir/40-an) dan merasa memiliki harta yaitu uang dan rumah kos yang mewah akan tetapi sikapnya arogan dan sombong kepada A dan juga teman-temannya. Padahal A adalah penghuni kosan/pelanggan/customer yang selalu membayar setiap bulannya.
Saya sendiri sampai berpikir, "Mungkin bertambahnya umur tidak berbanding lurus dengan bertambahnya ilmu. Mungkin bertambahnya umur tidak berbanding lurus dengan bertambahnya kerendahan hati seseorang. Mungkin bertambah tingginya kekayaan seseorang (secara ekonomi maupun lainnya) tidak berbanding lurus dengan bertambahnya ilmu seseorang. Dan mungkin juga bertambah tingginya kekayaan seseorang (secara ekonomi maupun lainnya) tidak berbanding lurus dengan bertambahnya kerendahan hati seseorang". Banyak sekali contoh lain di luar sana (tidak men-generalisasi), yang menggambarkan kenyataan tidak menyenangkan ini. Apakah kalian memiliki pengalaman pribadi yang serupa (berhubungan dengan menyimpangnya peribahasa di atas)? Silakan share di bawah.
Terima kasih. :)
Teman-teman pasti sudah pernah mendengar peribahasa yang satu ini. Peribahasa ini artinya semakin tinggi ilmu seseorang, sikapnya pun harus semakin rendah hati. Saya pribadi mengartikannya lebih umum, semakin tinggi jabatan, kekayaan (secara ekonomi ataupun lainnya), ilmu, umur, dan lainnya, maka harus semakin rendah hati juga orang tersebut. Contohnya, semakin tua umur seseorang, maka harus semakin bijak/tidak sombong/tidak angkuh. Hal tersebut berlaku kepada jabatan, kekayaan, ilmu, dan lainnya.
Teori pada kenyataannya tidak selalu berjalan sesuai harapan. Banyak orang di dunia ini, terutama yang saya temui, masih tidak sesuai dengan peribahasa tersebut. Saya akan membagi satu cerita pendek yang mungkin dapat dijadikan contoh.
Cerita ini berawal dari teman saya (sebut saja A) yang mencari sebuah kos-kosan di daerah Mampang Prapatan IV, Jakarta Selatan karena lokasi yang dekat dengan tempat kerjanya di daerah Jl. Tendean. Singkat cerita, ketika sudah survey beberapa kosan, A tertarik kepada satu kosan. Kosan tersebut adalah kosan dengan inisial "MI". Sebuah rumah kosan yang cukup besar terdiri dari 3 lantai dan memiliki halaman parkir yang cukup luas. Ketertarikan A kepada kosan tersebut tidak lain karena kamarnya luas, bisa dihuni oleh 2 orang (patungan), fasilitas lengkap, dan memiliki lobi yang luas sehingga ibu kosannya pun mempersilahkan apabila lobinya ingin dipakai. Dikarenakan A memiliki hobi dance, dia langsung menanyakan apakah lobinya bisa dipakai untuk latihan dance. Ibu kosan pun mempersilahkan dengan baik hati.
Setelah berjalan beberapa bulan, A pun dengan senang hati menggunakan fasilitas lobi yang disediakan. Hingga akhirnya pada satu malam, penjaga kosan menghampiri si A dan menegurnya karena seringkali lobi tidak dibereskan. A pun heran karena sebelumnya tidak pernah ditegur dan baru menyadari bahwa tindakannya salah. Dengan sigap A dan teman-temannya pun langsung membereskan lobi dan tidak pernah mengulanginya lagi. Masalah pun selesai.
Selain dance, A pun memiliki hobi belanja online. Barang kiriman di kosan tersebut biasanya dijejerkan di meja penjaga kosan yang terletak di lobi. Seringkali, A pun mengecek paket-paket tersebut untuk mengetahui apakah ada pake milik dia atau tidak. Suatu hari ketika A mengecek paket-paket tersebut, sang ibu kos berbicara kepada A dengan nada sinis, "Bukan paket kamu. Belum ada paketnya." Seketika A pun merasa kesinisan tersebut pertanda ada yang tidak beres karena ini bukan pertama kalinya A merasa diperlakukan seperti itu. A pun komplain kepada penjaga kos tentang sikap ibu kos (Pada saat laporan pembayaran kosan karena ditransfer melalui ATM). A pun meminta tolong agar ibu kos bersikap ramah dan apabila ada masalah, bisa didiskusikan dengan baik-baik. Penjaga kosan pun menampung keluhan tersebut dan menyampaikannya pada hari berikutnya.
Hari berikutnya, A memiliki janji untuk latihan dance dan meminta saya untuk merapikan gerakan grup miliknya. Teman-teman A pun sudah datang sebelum A pulang dan menunggu di lobi seperti biasanya. Ketika A pulang, ibu kos memanggilnya dengan alasan ingin mengobrol. A pun menyetujuinya dan duduk berdua berhadapan. Ibu kos bertanya dengan nada agak tinggi apa maksud A komplain ke penjaga kosan tentang sikapnya. A pun menjelaskan dengan tenang bahwa sikap seperti itu membuat penghuni tidak nyaman dan lainnya. A juga menjelaskan jika dia pasti akan mematuhi peraturan kosan dan rela apabila ditegur tapi dengan cara yang baik. Akan tetapi, ibu kos tersebut dengan arogan dan menyentak berkata, "INI RUMAH, RUMAH SAYA, UANG, UANG SAYA, JADI TERSERAH SAYA. KALO GA MAU, PERGI DARI RUMAH INI!!". Seketika A pun tersulut emosinya dan berkata, "KALO GINI IBU GA BISA DIAJAK DISKUSI DONG?!". Ibu kos pun makin menyentak dan emosi, "KAMU BERANI?! KAMU ITU NUMPANG DISINI JADI HARUS IKUTIN ATURAN SAYA!!". Singkat cerita, ibu kosan juga mengusir teman-teman A yang sedang menunggu di lobi. A pun protes karena teman-temannya tidak tahu apa-apa. Ibu kosan tidak peduli dan menyentak mereka semua untuk pergi dari rumah itu. Mereka terpaksa keluar dari rumah tersebut menuju parkiran. Mereka berdiskusi tentang langkah apa yang akan diambil selanjutnya. Tidak lama kemudian (singkat cerita setelah saya datang), ibu kos yang tadinya di dalam rumah, keluar menghampiri dan mengusir kami (lagi). Situasi saat itu bisa dibilang seperti mengusir hewan. (Singkat cerita lagi) Pada akhirnya, A pun sudah muak dengan sikap ibu kos tersebut. Dia bilang akan pergi sekarang juga dengan syarat kembalikan uang yang baru dibayarkan pada malam sebelumnya. Setelah mendengar pernyataan tersebut, ibu kos pun diam dan pergi. Asumsi kita adalah ibu kos tidak mau mengembalikan uangnya, hanya ingin kami pergi. Ternyata memang ada beberapa kerabat dari teman yang pernah tinggal disitu dan pindah lagi (tidak lama); dan juga beberapa tukang ojek yang menanyakan A bahwa kenapa mau ngekos di kosan tersebut. Orang luar ternyata sudah banyak yang melihat negatif kosan tersebut, padahal kami sama sekali tidak berpikir seperti itu sebelumnya.
Note: Cerita tersebut dari pengalaman pribadi/kenyataan, tidak ada rekayasa. Hanya namanya saja disamarkan.
Dari cerita tersebut, sudah jelas sangat menyimpang dari peribahasa di atas. Ibu kos tersebut lebih tua (umurnya sekitar 30-an akhir/40-an) dan merasa memiliki harta yaitu uang dan rumah kos yang mewah akan tetapi sikapnya arogan dan sombong kepada A dan juga teman-temannya. Padahal A adalah penghuni kosan/pelanggan/customer yang selalu membayar setiap bulannya.
Saya sendiri sampai berpikir, "Mungkin bertambahnya umur tidak berbanding lurus dengan bertambahnya ilmu. Mungkin bertambahnya umur tidak berbanding lurus dengan bertambahnya kerendahan hati seseorang. Mungkin bertambah tingginya kekayaan seseorang (secara ekonomi maupun lainnya) tidak berbanding lurus dengan bertambahnya ilmu seseorang. Dan mungkin juga bertambah tingginya kekayaan seseorang (secara ekonomi maupun lainnya) tidak berbanding lurus dengan bertambahnya kerendahan hati seseorang". Banyak sekali contoh lain di luar sana (tidak men-generalisasi), yang menggambarkan kenyataan tidak menyenangkan ini. Apakah kalian memiliki pengalaman pribadi yang serupa (berhubungan dengan menyimpangnya peribahasa di atas)? Silakan share di bawah.
Terima kasih. :)
No comments:
Post a Comment