Monday, February 29, 2016

AOE: Mengunjungi Teman di Sodong Hilir

Perjalanan menuju Sodong Hilir

Sibuknya kuliah membuat saya memiliki hutang janji kepada teman ataupun keluarga untuk mengunjungi mereka. Salah satunya adalah teman saya yang bernama Yosep. Saya memiliki janji untuk mengunjungi dia di kampung halamannya yaitu Sodong Hilir. Sodong hilir terletak di sebelah timur Kabupaten Tasikmalaya. Menurut Google Maps, jarak dari kota Bandung menuju Sodong Hilir adalah kurang lebih 150 km dan dapat ditempuh dengan waktu sekitar 4 jam.

Ketika saya berhasil lulus dari bangku perkuliahan, saya langsung memutuskan untuk menepati janji saya kepada Yosep tersebut. Saya memutuskan untuk berangkat sendiri sekitar jam 3/setengah 4 sore (setelah Ashar) dengan menggunakan motor matik dan juga bermodalkan Google Maps sebagai alat navigasi. Persiapan diri akan hal yang akan terjadi di luar perkiraan pun sudah disiapkan (secara mental. Hahaha). Kota Bandung yang dulu jarang terjadi macet pun sekarang macet dan hal tersebut menjadi hambatan pertama yang saya harus hadapi dalam perjalanan ini. Saya membutuhkan waktu sekitar 1-2 jam untuk keluar dari kabupaten Bandung (dari Cicadas).

Garut menjadi wilayah kedua yang saya lewati (setelah kabupaten Bandung) dalam perjalanan ini. Saya sampai di kota ini sekitar pukul 18 (waktu Maghrib). Di kota ini sama sekali tidak ada hambatan kecuali cuaca. Hujan turun deras secara tiba-tiba dan membuat saya untuk berhenti sejenak. Sewaktu itu, saya tidak memiliki jas hujan yang layak (pernah punya jas hujan 2 kali tapi keduanya robek entah kenapa.) dan hanya memiliki jas hujan yang terbuat dari kresek hijau bekas touring ke situs megalitikum gunung Padang beberapa hari sebelumnya. Dengan terpaksa, saya pun menggunakan jas hujan yang sangat istimewa tersebut. Sesampai jalan Garut-Tasikmalaya, hujan pun reda, bahkan ketika saya melihat jalannya, hampir seperti tidak pernah hujan disini. Walaupun begitu, saya enggan untuk melepaskan jas hujan istimewa ini karena saya pikir mungkin nanti akan hujan kembali.

Perjalanan pun dilanjutkan, waktu menunjukan pukul setengah 7 malam dan saya pun masih berada di jalan Gaut-Tasikmalaya. Benar saja, hujan pun turun kembali. Untung jas hujan ga gw lepas. Kondisi jalan tersebut cukup bagus dengan pembatas jalan yang menandai akan adanya jurang di satu sisi dan juga menandai adanya gunung di sisi lainnya, akan tetapi kondisi penerangan jalan tersebut kurang baik. Saya memperlambat laju kendaraan saya karena saya khawatir hal yang tidak diinginkan terjadi melihat kondisi jalan yang licin dan gelap; dan kadang ada truk besar yang lewat. Sekitar jam 7 malam, saya memutuskan untuk berhenti di mesjid untuk shalat dan beristirahat. Saya pun tidak lupa untuk memberi tahu Yosep bahwa saya masih dalam perjalanan menuju rumahnya.

Sekitar pukul 8 malam, saya memutuskan untuk melanjutkan kembali perjalanan ini. Saya berpikir bahwa perjalanan (dengan menggunakan motor sendirian) malam atau terlalu malam lebih besar risikonya dibandingkan dengan perjalanan siang hari. Saya pun waspada akan adanya begal karena jalan yang saya lewati sangatlah sepi dan minim pencahayaan. Dengan kecepatan yang lumayan cepat (ga terlalu cepet juga sih wkwkwk), saya pun melesat.

Ada satu hal yang tidak bisa saya lupakan. Dikarenakan di dalam perjalanan tersebut saya percaya kepada Google Maps sebagai penunjuk jalan, jalan berbatu (tidak diaspal) pun saya terobos dan hampir tanjakan tanah yang mungkin hanya bisa dilalui oleh motor trail pun hampir saya terobos karena Google Maps (ketololan wkwkwkwk). Saya menyadari bahwa saya melalui jalan yang salah ketika saya menggunakan alat navigasi kedua yaitu BERTANYA KEPADA PENDUDUK SEKITAR. Saya pun selamat (karena sangat sepi/jarang ada orang dan gelap/sangat minim penerangan) kembali kepada jalan yang benar wkwkwkwkwk.

Setelah saya kembali ke jalan yang benar, saya pun merasa sedikit lega karena mungkin si oom Google Mapsnya sudah bisa mendapatkan sinyal GPS kembali (jadi gw dibodohi sama si oom). Perjalanan pun dilanjutkan dengan melewati jalanan beraspal dan tidak jarang pula melewati jalanan berbatu dan jalanan rusak. Cuaca yang saya rasakan ketika perjalanan itu adalah dingin berkabut. Jarak pandang mata saya hanya sejauh lampu jauh motor menyorot. Tidak lama kemudian sekitar pukul 9/setengah 10 malam, saya pun berhasil sampai di rumah Yosep.

Bersantai di Sodong Hilir dan Pantai Cipatujah

Hari berikutnya, saya diajak oleh Yosep ke pantai Cipatujah yang ditempuh sekitar 1 jam dari Sodong hilir. Di pantai tersebut saya melihat para nelayan yang baru mendapatkan ikan dan masuk ke dalam proses pelelangan. Saya baru pertama kali melihat proses pelelangan hasil tangkapan laut. Disana saya bertemu dengan paman dari Yosep yang kerap mengikuti proses lelang. Kami pun diberi satu ikan pari sedang (tadinya mau dikasih banyak ikan lainnya tapi nunggunya lama).
Perahu-perahu nelayan di pantai Cipatujah

Pelelangan hasil laut
Ikan pari hasil dari pelelangan
Bakar ikan sendiri
Makan juga sendiri di pantai (ga deng ada yang motoin wkwkwkwk)
Berbeda dengan Cipatujah dimana cuacanya panas karena berada di pantai, Sodong hilir memiliki cuaca yang dingin karena berada di pegunungan. Kita juga bisa melihat lembah yang diselimuti oleh kabut (kayak di pilem2). Disini saya banyak menghabiskan waktu dengan berada di rumah Yosep dengan mengobrol, bersantai, melihat kebun dan balong (bahasa sunda dari kolam) di belakang rumah, dan lainnya. Saya lebih kepada menikmati suasana rumah dan budaya (bukan berarti yang heboh-heboh, tapi kebiasaan orang Sodong hilir dalam menjalani hidupnya) di Sodong hilir. Internet pun secara wireless sudah masuk ke daerah sini tapi masih sedikit yang memanfaatkannya. Sebagian besar penduduk disini memiliki kebun sendiri ataupun sawah sendiri. Makanya kalo disini makanan pasti ada karena langsung dapet dari alam. Saya senang berada disana karena kehidupan mereka ga neko-neko alias sederhana tapi bahagia. Sayangnya, saya hanya bisa tinggal 3 hari saja disana karena masih ada janji lain yang harus ditepati. Semoga kedepannya bisa kesana lagi dan eksplor lebih jauh tentang tempat dan juga budaya sekitar. Aamiin.
Momotoran!!
Pemandangan dari Sodong Hilir
Pemandangan di tengah perjalanan menuju Cipatujah. Salah satu alat pancing yang unik yang ingin saya coba.
Pemandangan di Salawi sewaktu perjalanan pulang menuju Bandung.